Orangutan Bernama Paguh Tertembak 24 Peluru Senapan Angin Hingga Alami Kebutaan

Foto: Istimewa

Orangutan Bernama Paguh Tertembak 24 Peluru Senapan Angin Hingga Alami Kebutaan

Diselamatkan di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan SOCP

MEDAN~Nusantaranews~

Akibat tertembak 24 peluru senapan angin, Orangutan Sumatera (Pongo abelii) bernama Paguh telah mendapatkan penanganan medis di Stasiun Karantina Orangutan Batu Mbelin Sibolangit yang dikelola YEL-SOCP bersama dengan Balai Besar KSDA Sumatera Utara sejak 21 Nopember 2019. Dari hasil pemeriksaan kesehatan ditemukan bahwa kedua mata Paguh mengalami kebutaan.

Hasil XRay yang menunjukkan letak peluru yang bersarang di tubuh Orangutan Paguh.(Foto: Istimewa)

Hasil XRay yang menunjukkan letak peluru senapan angin yang bersarang di tubuh Orangutan Paguh.(Foto: Istimewa)

Penyelamatan Orangutan bernama Paguh (berarti kuat dan Tangguh dalam Bahasa Karo), dalam siaran pers yang diterbitkan KSDA Aceh dan YEL-SOCP, dimulai Pada  hari Rabu (20/11/2019)/ saat Balai KSDA Aceh melalui tim SKW II Subulussalam bersama YOSL-OIC dan masyarakat melakukan evakuasi terhadap satu individu orangutan yang terluka. Akibat luka tembak senapan angin di Desa Gampong Teungoh, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh.

Dari observasi di lapangan sebelum dilakukan upaya anestesi oleh tim dari YOSL-OIC terlihat, Paguh mengalami permasalahan di penglihatan dan berjalan di atas tanah. Hasil pemeriksaan di lapangan diketahui, Paguh berjenis kelamin jantan dengan perkirakan usia 25 tahun dan terluka akibat senapan angin. Kemudian orangutan tersebut langsung dievakuasi ke Stasiun Karantina Orangutan Batu Mbelin Sibolangit yang dikelola YEL-SOCP bersama dengan Balai Besar KSDA Sumatera Utara dan tiba pada hari Kamis (21/11/ 2019) untuk mendapatkan penanganan medis. Saat itulah orangutan tersebut diberi nama Paguh.

Orangutan Paguh, jalani pemeriksaan matan. (Foto: Istimewa)

Orangutan Paguh, jalani pemeriksaan matan. (Foto: Istimewa)

Menurut Dokter Hewan YEL-SOCP, drh. Meuthya Sr, awalnya mereka berharap mata Paguh tidak rusak total atau paling tidak salah satu mata masih berfungsi. “Sayang sekali dari hasil pemeriksaan kesehatan ditemukan bahwa kedua mata Paguh buta. Bola mata kanan tampak merah sementara bola mata kiri keruh. Diduga karena cedera yang terjadi lebih dahulu dibanding bola mata kanan,” ujar Meuthya.

Meuthya menambahkan, dari hasil XRay juga teridentifikasi 24 peluru yang tersebar di seluruh tubuhnya. Dengan rincian 16 peluru dibagian kepala, 4 peluru di bagian kaki dan tangan , 3 peluru di daerah panggul dan 1 peluru di daerah perut. “Kita telah mengeluarkan tiga peluru dari bagian kepala. Perawatan intensif akan terus kami berikan kepada Paguh sampai kondisinya membaik,” rinci Meuthya.

Sementara itu  drh. Citrakasih Nente, Supervisor Program Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan YELSOCP menambahkan, pihaknya bukan pertama kali menerima orangutan dengan puluhan peluru.  Bahkan ada yang sampai lebih dari seratus peluru di dalam tubuhnya. Penggunaan senapan angin untuk berburu satwa liar masih terus terjadi. Hanya kurun waktu 10 tahun YEL-SOCP sudah menerima sekitar 20 orangutan yang menjadi korban senapan angin. Kami sangat prihatin ketika kembali dihadapkan dengan kondisi seperti ini, apalagi Paguh tidak mungkin bisa dilepasliarkan kembali karena buta.

“Perlu keseriusan dari pihak berwenang untuk menertibkan penggunaan senapan angin sesuai peraturan yang telah ada, untuk memastikan keadaan seperti Paguh dan Hope tidak terus berulang,” himbaunya.

Arista Ketaren, Manager Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan YEL-SOCP, memaparkan, mereka akan memberikan perawatan yang terbaik untuk orangutan Paguh selama di Pusat Karantina dan Rehabilitasi SOCP. Arista menjelaskan, “ karena kondisinya yang buta dia tidak mungkin bisa dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Setelah kondisinya baik Paguh kemungkinan akan menjadi salah satu kandidat yang akan dipindahkan ke fasilitas di Orangutan Haven”.

Sementara itu Agus Arianto, Kepala Balai KSDA Aceh, mengungkapkan, Orangutan adalah jenis satwa liar yang sangat terancam punah dan dilindungi. Sesuai pasal 21 ayat (2) huruf (a) JO pasal 40 Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Sanksi pidananya adalah penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp. 100.000.000.

Balai Besar KSDA Sumatera Utara selanjutnya akan memonitor kondisi Paguh selama menjalani rehabilitasi di Pusat Karantina dan Rehabilitasi SOCP. ”Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh sangat berterima kasih kepada seluruh mitra yang terlibat dan mengajak semua lapisan masyarakat untuk bersama-sama ikut dalam melestarikan satwa liar yang dilindungi khususnya orangutan.

Orangutan Sumatera (Pongo abelii) berbeda dengan Orangutan Borneo (Pongo pygmaeus), dan juga berbeda dengan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanulienses) yang habitatnya berada di ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara. Hanya sekitar 13.400 orangutan Sumatra dan kurang dari 800 orangutan Tapanuli yang tersisa di alam liar. Ketiga spesies orangutan terdaftar sebagai “sangat terancam punah” oleh International Conservation Union (IUCN) dalam “Daftar Merah Species Terancam”.(IST)

Orangutan Paguh (Foto: Istimewa)

Orangutan Paguh (Foto: Istimewa)

Facebook Comments
No Comments

Post A Comment